"KEMAHA PE A -AN" Dirut Jasa Marga Adityawarman


KEMAHA PE A -AN***Dirut jasa Marga Adityawarman ini memakai EUFEUMISME “tidak pandai” kepada para pemudik sebagai pengganti kata goblok, pekok, pe-a, bego, pandir, dan segala antonimnya. Kalau sempat, pembaca silakan buka thesaurus bahasa Indonesia.

“Karena itu ya mungkin terlalu nikmatnya sampai Brexit. Kalau orang yang pandai pasti dia memilih keluar di (Gerbang Tol) Pejagan karena pasti lebih cepat. Tahun depan kalau belum bisa sampai Pekalongan (Tol Transjawa) mungkin kita akan stop. Lalu akan kita keluarkan di (Gerbang Tol) Kanci dan Pejagan,” lanjutnya. (http://m.detik.com/news/berita/3250034/ini-kata-dirut-jasa-marga-soal-penyebab-horor-macet-di-brexit)

Kita menemukan kembali pejabat yang gemar mencari kambing hitam dan menyalahkan orang lain. Menyalahkan pemudik yang punya niat mulia silaturahmi dengan orang tua di kampung dan menggerakkan ekonomi desa.

Masalahnya pun sudahkah edukasi, informasi, komunikasi terhadap masyarakat? Sudah optimalkah? Lah wong komunikasi di antara mereka sebagai operator jalan tol saja masih belum optimal.

Sebenarnya sudah banyak cerita dan berita tentang penyebab tragedi itu. Namun ada sedikit yang bisa saya sampaikan tentang kejadian Senen Petang (4 Juli) sampai Selasa Pagi (5 Juli) di Jalan Tol Kanci sd Pejagan itu sebagai tanda ke-pe a- an saya, sebagai berikut:

(1) Tol Palikanci dan Tol Kanci -Brebes Itu beda operator. Setiap nomor telepon Info Tol yang ada, tidak mampu atau tidak mau memberikan info bagaimana kondisi jalan tol yang bukan di kelolanya. Ini sudah saya coba saat menanyakan perkembangan kondisi pintu tol Pejagan dan Brexit di Info Tol Palikanci. Jawabannya bukan dalam pantauan kami. Emang goblok banget saya nih, masih tanya begituan kepada mereka.

(2) Tol Palikanci dan tol Kanci Brebes tidak ada media “running text” yang memberikan info kemacetan sebagaimana jalan tol di Jabodetabek. Jadi bagaimana kami tidak terlena. Memang pe-a juga saya ngebandingin tol.

(3) Tidak ada petugas yang menyetop kami di Kanci dan mengalihkan kami ke jalur pantura. Dan ketika saya menanyakan kepada petugas di gerbang tol, petugas bilang bahwa jalur pantura macet dan bahkan Pejagan atau Brexit aman serta tidak kayak hari sebelumnya. Padahal dalam kenyataannya buntut kemacetan sejak dari Pejagan itu ekornya sudah mulai ada 2 sd 3 km selepas gerbang tol Kanci. Ini berarti lebih dari 27 km panjang kemacetan itu. Lagi-lagi maha pe-a nya saya.

Otomatis 12 jam kami harus menempuh jarak 27 km itu. Buka (puasa), salat, dan sahur di jalan tol. Kemacetan di hari itu karena orang keluar semua di Pejagan. Pengguna tol sudah enggak mau melanjutkan perjalanan lagi ke Brexit karena dengar kabar di hari kemarinnya yang macet panjang lebih dari 30 km. Pun, karena sudah kelelahan dan trauma dengan jalan tol yang fasilitasnya kurang.

Semacet-macetnya pantura, tetap lebih manusiawi karena toilet banyak, pedagang banyak, SPBU ada, mushola dan masjid juga banyak. Manusia butuh air buat minum dan istinja (bersih-bersih).

Angka 200 meter saya hitung betul. Karena jarak antar plang penanda jarak km di tol ya memang berjarak 200 meter. Angka itu saya hitung mulai 222 sampai 249. Ngantuk sudah jelas. Tidur hanya di sela-sela kemacetan. Berhenti 30 detik saja saya sempatkan untuk tidur. Colekan anak saya atau klakson pengendara mobil belakang yang membangunkan saya untuk melaju lagi di sisi paling kanan jalan. Mobil depan pun sama. Ngantuk juga. Buktinya waktu mobil di depannya sudah jalan, dia enggak bergerak. Saya klakson juga. Tapi saya sadar mereka juga butuh istirahat. Tak ada jengkel-jengkelan. Semua sama menderitanya.

Yang menolong kami hanyalah Allah swt dan sebab matahari sudah tenggelam di barat. Malam hari membuat kami tidak kepanasan. Masih cukup sabar kami menjalani semua itu. Saya tidak membayangkan bagaimana kejadiannya di siang hari. Saya turut empati. Semoga Allah catat setiap putaran roda itu sebagai catatan amal kebaikan atas sebab niat silaturahmi.

Selanjutnya, karena kemacetan yang mengular, kami tidak keluar di Pejagan, kami keluar di Brexit jam 6 pagi. Tidak macet di sana. Cuma butuh 12 jam lagi buat keluar dari Brexit sampai SPBU terakhir dekat tempat wisata Purwahamba, Tegal. Setelah itu kendaraan bisa dipacu kencang.

Butuh waktu 36 jam buat perjalanan dari Citayem, Bogor sampai Semarang. Mudik terlama sepanjang sejarah 10 tahun kami mudik. Jadi teringat perjalanan di tahun 2007 yang hanya butuh waktu 12 jam saja.

Ngantuk yang tidak tertahankan lagi ketika sampai Batang. Butuh sebenar-benarnya istirahat ketika badan ini belumlah istirahat selama 30 jam. Mampir di sebuah masjid di pinggir jalan yang sedang mengumandangkan kemahabesaran Allah, lalu tidur 30 menit. Itu pun setelah “diusir” sama marbot karena ruang utama masjid yang berkarpet tebal dan empuk itu bukan buat tidur, tapi cukup di teras saja sambil gelar tikar plastik.

Ya syukurnya kami masih ditakdirkan selamat sampai tujuan. Azab pun berakhir. Safar memang sejatinya azab. Dengan segala perjuangan itu, plus ke maha pe-a an itu ya masih saja dianggap sebagai biang keladi kemacetan. Dengan segala bentuk argumentasi sebanyak butiran pasir di tepi pantai Tapaktuan.

“Syukur-nya”, yang goblok itu bukan saya sendiri. Semua pemudik yang pakai tol Kanci-Pejagan-Brebes juga goblok semua. Mengutip Kera (ni) dalam film My Stupid Boss, otak kami ini sederajat. Derajat otak yang cuma segaris kaya kumis Bossman yang punya prinsip: Impossible we do, miracle we try.

Ya, kami dengan segala ke maha pe a -an ini melaju menuju jalur neraka tanpa ada yang memperingati dan yang mengarahkan kami, sampai semua itu berada di luar nalar dan batas nilai kemanusiaan kami. Laa hawla wala quwwata illa billaah.

Jadi begitulah Pak Adityawarman. Anda benar. Bahkan ketika tol Brexit tanggal 16 Juni itu diresmikan (oleh Presiden Jokowi -ed), saya langsung teringat Titanic yang dianggap sebagai puncak arsitektur laut dan pencapaian teknologi. Ia diklaim sebagai kapal yang “hampir tidak mungkin tenggelam.” Tapi hanya butuh 4 hari untuk meruntuhkan kesombongan manusia pada saat itu.


Jadi? Kami juga pe a sebab tidak keluar di Pejagan, di Kanci atau gerbang tol sebelumnya. Dan maha benar engkau dengan segala junjunganmu.

Wallahua’lam bishowab.
Mohon maaf lahir batin.

Riza Almanfaluthi
dedaunan di ranting cemara
Tlogosari, 10 Juli 2016

*Sumber: https://rizaalmanfaluthi.com/2016/07/10/mahabenar-engkau-adityawarman/


0 Response to ""KEMAHA PE A -AN" Dirut Jasa Marga Adityawarman"