BREXIT, JEXIT, TEXIT, PEXIT... Yang Terakhir Akan Menimpa Indonesia


BREXIT, JEXIT, TEXIT, PEXIT

by Canny Watae

BREXIT. Britania Raya keluar dari kesatuan Uni Eropa sesungguhnya adalah sebuah keniscayaan. Dalam kurun 5 dekade terakhir telah 3 kali upaya itu dilakukan. Masing-masing, selain dilatari alasan ekonomi, ikut pula alasan musiman, seperti: persoalan imigran, yang menjadi salah satu "konsideran" dalam referendum terbaru. Upaya ketiga berhasil. Britton memilih exit. Britania keluar dari kesatuan Uni Eropa. Kalaupun pada trial ketiga ini gagal, akan ada upaya-upaya berikutnya sampai exit itu berhasi. Apa pangkal?

Uni Eropa sebenarnya adalah Kesatuan bentukan Amerika Serikat yang dirancang untuk mewujudkan kestabilan dunia pasca Perang Dunia II. Sebagai dedengkot Kekuatan Sekutu yang berhasil membebaskan Eropa dari cengkeraman Jerman-NAZI, Amerika leluasa mengatur Eropa melalui apa yang disebut sebagai Rekonstruksi Eropa pasca PD II. Melalui sebuah Rencana yang dinamai menggunakan nama Kepala Staf Gabungan (Panglima) semasa perang (George Marshall), Amerika menjalankan Marshall's Plan, yang ujung-ujungnya membuat Eropa akan menjadi United States of Europe. Menjadi semacam copy-paste dari United States of America. Bedanya, elemen-elemen penyusun USA adalah teritori-teritori koloni Eropa yang melepaskan diri dari Imperium Britani Raya, sedangkan elemen penyusun USE adalah Negara-Negara Eropa bekas taklukan Jerman-NAZI. Kecuali Britania, yang hanya "nyaris saja" dilahap NAZI, dan pasti terlahap apabila Amerika tidak membantu negeri utama leluhur mereka itu.

Bayangkanlah, sebuah negeri makmur, dari dalamnya lahir Revolusi Industri, berbagai ilmuwan dunia lahir dari persadanya (mulai Newton sampai Hawking), negeri yang menguasai Benua Australia dan punya tanah luas bernama Canada, yang bahasanya menjadi bahasanya dunia, negeri yang Rajanya pernah exit dari kekuasaan Vatikan dan membuat aliran agama tersendiri, negeri yang membangun Hong Kong, negeri yang memerdekakan India, Malaysia, Singapura.... Negeri yang mata uangnya sangat stabil dan berdaya-beli super, negeri yang berusia lebih dari 1000 tahun... Bayangkan negeri itu harus tunduk pada pengaturan dari sebuah Negara yang dulu pernah wajib setor upeti kepadanya. Negeri yang jadwal minum teh rakyatnya tak sudi diganggu. Sampai kapan mau tunduk menjadi salah satu "provinsi" United States of Europe? Dia bikin Pakta Dagang tersendiri dengan Negara-Negara Persemakmuran-nya saja, maka ekonomi global bisa guncang.

So.... Brexit adalah keniscayaan.

Yang harus dicermati berikutnya adalah Jexit-Texit. Apa pula ini?

Lagi-lagi menyangkut sesuatu yang "made by USA".

JEXIT/Jepang-Exit. Akhir Perang Dunia II. Amerika menaklukkan Jepang. Tetapi bukan dalam rangka penjajahan. Amerika menulis ulang konstitusi Negara yang beberapa tahun sebelumnya berjaya menaklukan belahan timur dunia, termasuk Indonesia. Kekuasaan-mutlak Kaisar Jepang dilucuti. Parlemen di-set menjadi liberal. Dan yang lebih "parah"nya lagi: militer Jepang turut dilucuti, bahkan DILARANG. Jepang hanya boleh memliki apa yang disebut Pasukan Bela Diri, yaitu kemampuan militer terbatas untuk keperluan bertahan (tidak boleh sampai taraf memiliki kemampuan menyerang ke luar negeri). Sebagai "jaminan" atas Konstitusi baru itu, Amerika melindungi Jepang secara militer. Kedua Negara memetik manfaat bersama dari konsep ini: Jepang leluasa menjalankan program pembangunan tanpa mengkhawatirkan ancaman luar, plus bisa mengalihkan anggaran pertahanan menjadi anggaran pembangunan sipil, sedangkan Amerika mendapatkan "benteng alamiah" pembendung musuh ideologis mereka berikutnya: Komunisme (Soviet dan China, yang jaraknya "hanya" sepelemparan rudal konvensional).

TEXIT/Taiwan-Exit. Taiwan adalah uang ketiga pada tali uang Amerika-Jepang di pesisir timur China. Setali tiga uang, Taiwan yang dikuasai para pejuang kemerdekaan China yang tersingkir oleh kekuatan Komunis di Daratan, ikut berlindung di bawah kepak sayap militer Amerika. Di bawah "Zhōng Měi Gòngtóng Fángyù Tiáoyuē alias Pakta Pertahanan Bersama Taiwan-Amerika, Taiwan menikmati apa yang bisa disebut sebagai "bocoran" teknologi tinggi Amerika, sehingga negeri pulau itu berhasil hidup dari menjadi produsen komputer dan segala pernaik-perniknya. Ini menjawab pertanyaan: mengapa China yang begitu kuat itu tidak jua bisa mengakhiri "pembangkangan" Taiwan. Ada udang Amerika di balik batu. Taiwan ibarat "kapal induk" alamiah Amerika yang senantiasa berlayar di lepas pantai China. Fungsi strategisnya sama dengan Jepang: pembendung Komunisme (China-daratan).

Nah, 60-70 tahun berlalu... Determinan Global, yaitu Amerika Serikat, sedang runtuh secara ekonomi. Lebih parah dari keruntuhan Great Depression era 30-an. Utang Amerika dalam beberapa tahun terakhir telah melampaui PDB yang bisa dihasilkan negara itu. Untuk bisa terus bertahan, yang bisa dilakukan adalah hal yang bikin hiruk pikuk sejagat, tapi sebenarnya sangat sederhana. Yaitu: keributan dalam gedung parlemen untuk menentukan apakah Amerika bisa nambah utang lagi (gali lubang) untuk menjamin APBN mereka tahun anggaran berikutnya atau tidak? Apabila parlemen memutuskan tidak boleh nambah utang, maka APBN tidak bisa dijalankan, APBN mana di dalamnya mencakup anggaran untuk mencicil utang-utang jatuh tempo. Apabila Amerika sampai pada taraf "gagal-bayar", maka kegaduhan dahsyat akan terjadi di seluruh dunia. Bukan hanya karena terjadinya kemacetan kredit, tetapi kepercayaan pada mata uang Amerika (Dollar) akan runtuh, dan karena Dollar sudah menjadi standar dunia, maka..... waduh, ngeri ngeri tanpa sedap ini barang. Krisis Ekonomi Global 2008 adalah mode "percobaan" dari situasi yang akan timbul. Untung saja Indonesia bisa berkelit saat itu, thanks to pemerintahan SBY dengan Sri Mulyani-nya.

Karena determinasi Amerika sedang menurun, baik Jepang maupun Taiwan, secara natural pasti akan memikirkan "safety" mereka ke depan. Jepang yang paling beresiko. Dari samping ada ancaman China (klasik, China sulit melupakan tragedi Manchuria yang diinisiasi Jepang. Kepala penduduk Manchuria sampai menjadi ajang perlombaan orang Jepang, siapa yang paling banyak memenggal). Dari atas ada "binaan" China, Korea Utara, yang belakangan suka ngetes-ngetes rudal ke arah Jepang. Adalah sangat mungkin, Jepang akan "Exit" dari ikatan Konstitusi rancangan Amerika. Tak selamanya nasib suatu bangsa dapat ditentukan bangsa lain. Jexit. Jexit adalah keniscayaan pula. Tinggal menunggu waktu saja.

Sedikit beda dengan Jexit, Texit (Taiwan Exit), sesungguhnya sudah setengah terjadi. Lama sekali. Tahun 1979. Pakta Pertahanan Taiwan-Amerika turun derajat menjadi sekedar "hubungan biasa" non-diplomatik. Dalam kasus ini, Texit bukan karena dorongan internal, melainkan lebih karena keinginan eksternal (pihak Amerika), yang lebih memilih "atur damai" dengan China-daratan. Amerika ganti haluan. Enggak heran, ketika putusan Mahkamah PBB soal sengketa Laut China Selatan turun (menolak klaim China) beberapa hari lalu, Taiwan memilih satu suara dengan China-daratan: tidak akan mematuhi keputusan Mahkamah. Texit skala penuh mendekati terjadi. Ke depan, sudah pasti akan menjadi keniscayaan juga.

PEXIT. Ah... sekarang Pexit (Papua-Exit). Saya tidak berharap ini menjadi sebuah keniscayaan juga. Pexit ini mengintai terus, menanti kelengahan dan kelemahan Republik Indonesia. Terutama, saat Kepemimpinan Nasional kita sedang lemah. Secara kasat mata, dedengkot Pexit ini menyusun strategi gerakan di negeri Britania, yang baru saja mencatatkan pengalaman ber-Exit. Brexit.

Hmmmm...


0 Response to "BREXIT, JEXIT, TEXIT, PEXIT... Yang Terakhir Akan Menimpa Indonesia"