Jokowi Instruksikan Polisi dan Jaksa Hentikan Kriminalisasi Kepada Kepala Daerah, Prof Romli: Koalisi LSM Anti Korupsi, Jangan Mingkem!



Selasa, 19 Juli 2016 kemarin, Jokowi memberi "pengarahan" di hadapan para penegak hukum (petingi Polri dan Kejaksaan negeri). Dalam "pengarahan" tersebut, ada beberapa catatan yang diberikan Presiden.  Secara halus, sebagai Presiden, Jokowi memberikan instruksi meski bentuknya tak formal. Salah satu instruksi terpenting ada;ah untuk menghentikan "kriminalisasi" terhadap eksekutif sebagai pembuat keputusan.

Menanggapi "instruksi" Presiden tersebut, pakar hukum Prof. Romli Atmasasmita menuliskan, bahwa perlu klarifikasi istilah "kriminalisasi" dan "kebijakan publik", Prof Romli juga memandang  instruksi tersebut harus diartikan dalam konteks prinsip prudensial. Artinya instruksi Presiden tersebut harus diterapkan secara hati-hati.

Momentum instruksi presiden soal kriminalisasi ini, bertepatan dengan proses penanganan kasus -kasus besar yang diduga menyangkut nama presiden. Setidaknya ada 3 kasus yang kini sedang menjadi sorotan publik secara luas. Yaitu kasus lahan Yayasan Kesehatan Sumber Waras, kasus pembelian lahan Cengkareng dan kasus reklamasi Jakarta.

Menurut Prof Romli, instruksi tersebut sangat berkaitan erat dengan minimnya penyerapan anggaran oleh pemerintah. Seperti diketahui, proses pengadaan barang dan jasa yang sangat rentan disalahgunakan, termasuk oleh eksekutif. Proses pengawalan ketat pengadaan barang dan jasa oleh pihak kepolisian dan kejaksaan kepada eksekutif menjadi semacam "ancaman" yang membuat eksekutif takut untuk mengambil diskresi. Akibatnya, serapan anggaran pun menjadi rendah.

Penguatan fungsi polisi dan jaksa sebagai penegak hukum untuk mengawasi kinerja pemerintah, menjadi pisau bermata dua. Di satu sisi, polisi dan jaksa menjadi penegak hukum yang mampu mengurangi tindak pidana korupsi dan penyimpangan administrasi. Namun di sisi lain, kehadiran polisi dan jaksa membuat eksekutif tidak nyaman karena seolah-olah kinerja mereka diawasi dan diamati.

Tak bisa dipungkiri adanya segelintir eksekutif yang memanfaatkan diskresinya untuk mencari keuntungan bagi dirinya sendiri. Tingkah polah seperti inilah yang akhirnya menyebabkan para penegak hukum terpaksa melakukan tindakan keras termasuk memblow-up kasus-kasus tersebut ke media.

Terkait dengan instruksi presiden, Prof Romli menilai bahwa instruksi tersebut berpotensi memperlambat proses kinerja pemberantasan korupsi oleh aparat penegak hukum, termasuk KPK yang sedang menangani kasus Pemda DKI.

Instruksi presiden soal kriminalisasi yang baru muncul setelah berbagai kasus yang membeli pemda DKI dan berpotensi menyeret nama presiden ini juga menimbulkan rasa ketidakadilan bagi korban-korban yang selama ini sudah mengalami kriminalisasi oleh polisi, kejaksaan dan terutama KPK. Maka, seharusnya instruksi presiden ini juga ditujukan untuk KPK agar bisa berhati-hati dan menerapkan prinsip prudensial untuk melindungi korporasi yang berniat baik. ,

Oleh karena itu, instruksi presiden ini perlu diberi kekuatan hukum berupa perpres tentang petunjuk teknis hukum tentang penyelidikan dalam pengadaan proyek barang dan jasa.

Terkait pernyataan Jokowi mengenai diskresi tidak dapat dipidana, Prof Romli menegaskan bahwa diskresi memang tidak dapat dipidanakan. Namun implementasi dari diskresi tersebut bisa dipidanakan.

Terakhir, Prof Romli menantang koalisi LSM anti korupsi untuk menanggapi instruksi presiden tersebut.

"Bagaimana  tanggapan koalisi LSM anti korupsi terhadap "instruksi presiden" tersebut?? Jangan mingkem Anda Anda..", tegas Prof Romli.





0 Response to "Jokowi Instruksikan Polisi dan Jaksa Hentikan Kriminalisasi Kepada Kepala Daerah, Prof Romli: Koalisi LSM Anti Korupsi, Jangan Mingkem!"