Pasca kegagalan kudeta di Turki akhir pekan lalu, media-media di Eropa kini sibuk melakukan penggalangan opini Media-media Eropa memosisikan Erdogan sebagai pihak yang layak dikudeta karena dianggap tak memahami demokrasi.
Media-media tersebut bahkan tak segan menuding Erdogan sebagai pemimpin Islam otoriter yang menyebabkan kehidupan kaum sekuler dan liberalis yang kini hidup ketakutan pasca kudeta yang gagal.
Kaum sekuler dan libera Turki dengan sengaja memutarbalikkan fakta dan membangun opini bahwa keamanan mereka terancam. Mereka membingkai peerintahan Erdogan sebagai pemimpin negara yang akan melakukan kekejaman atas nama pemberantasan pelaku kudeta.
Untuk mendukung pembingkaian ini, mereka tak segan menurunkan berita yang menuding Erdogan sendirilah yang merancang kudeta ini. Pemberitaan ini pun dibuat semasif mungkin sehingga seolah-olah menjadi fakta yang benar.
Media-media Eropa berlomba-lomba menutupi fakta kudeta yang sebenarnya dan membangun barisan anti pemerintah Erdogan yang Islamis. Sangat mudah ditebak bahwa semua pembingkaian itu berasal dari ketakutan akan munculnya Turki sebagai kekuatan Islam.
Cemerlangnya pemerintahan Erdogan dikhawatirkan akan menyebabkan negara-negara dengan mayoritas pemeluk agama Islam lain di dunia juga membangun sebuah kekuatan yang pada akhirnya akan menekan kaum sekularis dan liberalis di seluruh dunia.
Maka, citra baik Erdogan sebagai pemimpin Turki yang Islami dan shalih perlu diubah melalui penggalangan opini terbalik. Apapun yang terkait dengan Erdogan harus berada dalam bingkai: Islam, otoriter dan anti demokrasi.
Ironisnya, hal ini berbanding terbalik dengan fakta yang terjadi di Turki. Rakyat Turki begitu mencintai Erdogan dan tak segan mempertaruhkan nyawa mereka untuk demokrasi Turki yang telah dibangun oleh Erdogan dengan susah payah. Penuh kecintaan pada pemimpinnya, rakyat tumpah ruah ke jalan untuk melawan kudeta.
Bukti turunnya jutaan rakyat Turki, termasuk ibu-ibu ke jalanan untuk mempertahankan pemerintahan Erdogan itulah sejatinya bentuk demokrasi yang nyata. Saat militer dengan angkuhnya mengerahkan pasukan dan alat-alat perang untuk menghancurkan pemimpin yang dipilih oleh rakyat, itulah kehancuran demokrasi terjadi. Kudeta militer yang tadinya hendak menjadi perayaan kebebasan bagi kaum sekularis dan liberalis beralih menjadi ketakutan yang mencekam pasca gagalnya kudeta.
Publik intenasional harus tahu, bahwa sejarah mencatat kudeta atau pengambilalihan pemerintahan secara paksa justru dilakukan oleh militer dan kelompok sekular dan liberal. Tengok saja revolusi Perancis, Rusia dan kudeta berdarah di Mesir.
Tidak pernah sekalipun kelompok Islam menjadi pelaku kudeta. Justru mereka bertarung secara adil dalam Pemilu, yang akhirnya menjadikan kelompok Islam sebagai pemenangnya. Kemenangan kelompok Islam akhirnya membuat militer dan kelompok sekuler liberal gerah. Atas nama demokrasi, mereka melakukan kudeta.
Apakah wajah demokrasi sejati itu berarti seorang pemenang pemilu yang bersih, yang telah menorehkan sejarah kebangunan perekonomian layak dikudeta/
Sekali lagi. Erdogan secara de facto dan de jure adalah seorang pemimpin Turki yang sah dan sangat dicintai rakyatnya. Fakta ini tak terelakkan. Jadi, apapun tudingan media dan kaum sekularis liberalis dari mana pun kepada Erdogan tidak perlu mendapat tempat secara serius selama fakta bahwa Erdogan mampu membawa Turki bangkit tetap dirasakan oleh rakyatnya.
0 Response to "[Melawan Fitnah Media Barat] FAKTA: Pelaku Kudeta Adalah Militer Didukung Kaum Sekular Liberal, Bukan Kelompok Islam"
Posting Komentar