(Journalist Marie Colvin, photographed in Tahrir Square in Cairo, in an undated photo made available in February 2012. (Ivor Prickett/Sunday Times via Associated Press)
[portalpiyungan.com] Koresponden peperangan asal Amerika Marie Colvin dengan sengaja ditargetkan dan dibunuh oleh tembakan artileri pada 2012 atas arahan perwira militer senior Suriah yang ingin membungkam pemantauannya atas korban sipil di kota Homs (Suriah) yang terkepung, menurut sebuah tuntutan hukum sipil yang diajukan pada hari Sabtu (9/7/2016) atas nama saudari dan keluarganya yang lain.
Berdasarkan informasi dari pembelot tingkat tinggi dan dokumen pemerintah yang berhasil diambil, tuntutan setebal 32 halaman itu menduga bahwa militer mampu untuk mencegat komunikasi Colvin secara elektronik dari sebuah pusat media rahasia yang beroperasi dari sebuah apartemen di daerah berpenduduk padat di Baba Amr, Homs. Para pejabat Suriah menyandingkan pencegatan tersebut dengan informasi mendetil dari seorang informan perempuan untuk mendapatkan keberadaan sang reporter yang bekerja untuk Sunday Times di London tersebut.
Lalu, tuntutan hukum tersebut menyebut, kekuatan militer dibawah pengarahan saudara presiden Bashar al-Assad, Maher, komandan dari 4th Armored Division militer Suriah, meluncurkan sejumlah serangan artileri “terikat/terkoordinasi” yang mendekat dengan cepat menuju pusat media tersebut, sebuah taktik artileri klasik.
Colvin, 56 tahun, dan fotografer Perancis Remi Ochlik, 28 tahun, langsung terbunuh pasca sebuah selongsong mendarat diluar pintu depan disaat mereka mencapai tangga terbawah dari tangga yang menuju tempat masuk tersebut saat mereka mencoba kabur.
Serangan tersebut, seperti disebut dalam tuntutan hukum itu, merupakan bagian dari sebuah kampanye terkoordinasi Suriah yang dikembangkan di akhir 2011 untuk menerapkan sebuah embargo media dalam perang tersebut dengan membunuhi dan menangkapi para jurnalis professional dan warga sipil yang liputannya mampu mencapai audiens di seluruh dunia.
Diajukan di Pengadilan Distrik A.S. untuk District of Columbia, tuntutan hukum tersebut menekankan bahwa Colvin berada dibawah pengamatan oleh sumber-sumber intelijen saat ia berada di Lebanon mempersiapkan diri untuk masuk menuju Suriah. Sebuah rencana untuk membunuhnya dan jurnalis asing lainnya dirancang oleh Central Crisis Management Cell tingkat tinggi yang diberi tugas oleh Assad untuk menyerang dengan melacak dan menghancurkan lawan-lawan kekuasaannya.
Rencana ini dieksekusikan oleh unit-unit Garda Republik Suriah dan Pasukan Khusus di Homs yang dikenal sebagai Shabiha, bahasa Arab untuk hantu, sebut tuntutan hukum tersebut.
Tuntutan tersebut menyebut 9 perwira militer dan Khaled al-Fares, sang pemimpin regu eksekutor, sebagai bertanggung jawab atas pembunuhan diluar hukum terhadap warga sipil, pelanggaran Foreign Sovereign Immunities Act dan hukum internasional atas konflik bersenjata, yang menganggap pembunuhan warga sipil selama perang sebagai sebuah kejahatan perang.
Maher Assad memberikan Fares sebuah kendaraan mewah berwarna hitam sebagai hadiah atas pembunuhan Colvin dan Ochlik, sebut tuntutan hukum tersebut.
“Bila dipikirkan (lagi) bahwa ia dimata-matai sepanjang waktu, dan ia tidak mengetahuinya, sangatlah menakutkan.” Sebut Cathleen Colvin, saudari sekaligus pengaju tuntutan yang utama. “Saya benar-benar yakin bahwa Marie dibungkam, dan saya tak bisa membiarkannya tanpa membawa para pembunuhnya kepada keadilan. Saya yakin bila perannya dibalik, dia akan melakukan hal yang sama dan lebih lagi.”
Colvin, seorang warga asal New York, menghabiskan 26 tahun di zona perang di 3 benua, tertarik pada penderitaan yang dialami para korban sipil dari peperangan. Keberaniannya legendaries. Pada perang Iraq 1991, dia berada dibelakang garis musuh. Pada 1999, saat yang lainnya pergi, dia tetap berada di Timor Timur untuk mendokumentasikan sekitar 1000 pengungsi di sebuah kamp PBB dibawah serangan oleh milisi yang dibeking pemerintah.
Pada 2001, ia terbutakan di sebelah matanya akibat ledakan dari sebuah granat-roket militer Sri Lanka. Tutup mata hitamnya menyimbolkan ketidak-takutannya dan komitmennya untuk memberitahukan cerita para warga sipil yang, seperti ia ingatkan pada teman-teman dan pembacanya, "menderita lebih banyak dari yang akan pernah saya alami" dan tak bisa kabur menuju kenyamanan di London, dimana ia tinggal.
Saat yang lain di pusat media ingin meninggalkan Suriah, Colvin tidak mau mundur, sebut Javier Espinoza, seorang jurnalis Spanyol yang selamat dalam tersebut dalam sebuah wawancara. “Marie ingin tetap berada di Baba Amr,” sebutnya. "Dia menyebut itu sudah tugasnya."
Setidaknya 100 jurnalis, sebagian besarnya orang Suriah, telah terbunuh sejak perang Suriah pecah pada 2011, menurut berbagai kelompok advokasi pers. Banyak lainnya yang telah ditangkap atau diculik rezim Assad. Diantaranya adalah freelancer Amerika Austin Tice, seorang mantan Marine (mariner) yang diculik 6 bulan sebelum kematian Colvin. Pemerintah Suriah tak pernah mengakui menangkap Tice, tapi para pejabat A.S. berpikir pemerintah atau sebuah kelompok yang terafiliasi dengan pemerintah menahannya.
Tuntutan hukum terhadap pemerintah Suriah, diajukan oleh pengacara dari Center for Justice & Accountability yang berbasis di California, didasarkan atas informasi orang dalam dari mantan pejabat pemerintah Suriah dan pembelot lainnya, beberapa dengan pengetahuan langsung atas rencana pembunuhan tersebut, sebut Scott Gilmore, pengacara utama di kasus tersebut.
Gilmore menyebut ia dan yang lainnya dari the Center menghabiskan 3 tahun untuk melacak para mantan anggota rezim, informan, jurnalis warga sipil dan saksi-saksi lain dari serangan itu dan perencanaannya dari sekumpulan luas diaspora Suriah yang kabur dari peperangan dan memasuki Eropa.
Ini merupakan tuntutan hukum pertama yang menggunakan lebih dari 600 ribu dokumen yang didapatkan oleh Commission for International Justice and Accountability (CIJA) sebagai bukti. CIJA merupakan sebuah kelompok pengacara dan investigator kejahatan perang independen yang telah melatih dan mengorganisasi para murid, periset, aktivis dan pengacara Suriah untuk menemukan dan mengambil dokumen-dokumen resmi yang diharapkan pada akhirnya dapat digunakan untuk menuntut Assad dan lainnya untuk kejahatan perang dan kebiadaban selama konflik tersebut.
Salah satu dokumen tersebut, bertanggal 6 Agustus 2011, dan dilaporkan berasal dari Biro Keamanan Nasional Suriah, menginstruksikan para komandan Provinsi untuk menahan “siapapun yang merusak citra Suriah di media asing dan organisasi internasional.”
Kasus Colvin sepertinya butuh waktu tahunan melalui pengadilan, sebut Gilmore. Tapi bahkan bila pemerintah Suriah tak pernah menjawab tuntutan-tuntutan tersebut, seorang hakim masih dapat memutuskan tuntutan tersebut. Pemerintah A.S. memegang jutaan dollar dari asset-asset milik Suriah yang dibekukan yang dapat diperintahkan oleh pengadilan untuk digunakan sebagai ganti rugi, sebut Gilmore.
“Saya dapat menjamin bahwa ini merupakan kesalahan dengan semua standard dan tentunya tidak benar,” sebut Mohammed Ramez Turgeman, menteri komunikasi Suriah, dalam sebuah wawancara singkat melalui telepon.
Tuntutan ini mencari ‘punitive damages’ (hukuman yang melebihi kompensasi sederhana dan diberikan untuk menghukum para terdakwa) yang tidak dispesifikasikan atas pemberian kerugian emosional yang disengaja kepada keluarga Colvin dan yang lainnya. “Pembunuhan yang dilakukan rezim Assad terhadap Marie Colvin,” disebut disitu, "dirancang untuk mengintimidasi dan meneror populasi sipil Suriah, keluarga korban, jurnalis lain, dan komunitas internasional."
Bulan lalu, dalam sebuah kasus yang juga diajukan oleh Center for Justice & Accountability, seorang juri sipil di Orlando memutuskan mantan perwira militer Chili Pedro Pablo Barrientos Nunez bertanggung jawab atas pembunuhan penyanyi dan aktivis Victor Jara pada 1973. Pengadilan memerintahkan kompensasi pada janda dan anak-anak Jara sebesar 28 juta dollar.
Tuntutan hukum Colvin memberikan sebuah rangkaian kejadian detil yang berujung pada pembunuhannya di Baba Amr, pusat dari aktivitas oposisi. “Membungkam jurnalis penting bagi strategi rezim Assad untuk menghancurkan oposisi politik,” sebutnya.
Banyak freelancers, jurnalis warga sipil dan kartunis ternama yang mulai ditangkapi atau dibunuh pada 2011 akhir. Cabang-cabang intelijen menerima instruksi untuk menargetkan kritik media dan daftar dicari didistribusikan, sebut tuntutan tersebut. Sering ditawarkan hadiah untuk menangkap jurnalis asing manapun.
Pada januari 2012, pejabat tingkat tinggi di Suriah bertemu dengan pemantau Liga Arab dan meminta untuk mengetahui dimana mereka bertemu jurnalis selama kunjungan mereka. Mereka menuduh reporter yang berasosiasi dengan media center sebagai teroris, menyebut The Washington Post dan the New York Times sebagai “Koran teroris” dan menuduh para jurnalis asing sebagai mata-mata asing, sebut tuntutan hukum itu dalam sebuah kronologi kejadian.
Deputi Menteri Pertahanan Assef Shawkat memberitahu para pemantau “ia dapat menghancurkan Baba Amr dalam 10 menit.., jika tak ada kamera,” menurut tuntutan hukum tersebut.
Di waktu yang sama, sumber-sumber intelijen di Lebanon melaporkan bahwa tim dari CNN, BBC dan Sunday Times diselundupkan kedalam Homs, sebutnya. Seksi Komputer dan Sinyal dari Cabang Intelijen Militer 261 segera beraksi. Mereka menggunakan alat-alat pencegat untuk memonitor piringan satelit dan komunikasi seluler untuk melacak lokasi jurnalis tersebut.
Disaat itu, pejabat rezim yang memonitor pemberitaan telah memerintahkan kekuatan untuk merekrut lebih banyak informan untuk membantu menemukan para jurnalis tersebut. Penghantaman menjadi lebih intensif, berlangsung mulai dari subuh hingga malam hari.
Conroy, fotografer the Times yang menemani Colvin, menyebut ia berpikir siaran panjangnya dengan BBC dan CNN dimalam sebelum ia terbunuh dicegat oleh otoritas. “Itulah saat semuanya mulai terjadi,” sebutnya.
Selama siaran tersebut, Colvin mendeskripsikan melihat seorang anak berusia 2 tahun tewas karena luka terkena pecahan. Rekaman Conroy menangkap (momen) kematian anak tersebut.
Dari gedung apartemen kecil yang diubah menjadi media center tersebut, yang lantai atasnya telah diledakkan oleh amunisi, Colvin memberitahu CNN bahwa keterangan rezim (bahwa) mereka hanya menargetkan para petempur (pemberontak) merupakan “sebuah kebohongan total dan besar… yang digempur oleh tentara Suriah adalah sebuah kota penuh warga sipil yang kedinginan dan kelaparan.”
Pada pagi hari tanggal 22 Februari, informan perempuan menghadap sang komandan dan lalu ditunjukkan foto rekaman udara dan peta Homs. Ia mengidentifikasi media center tersebut, yang kemudian dicocokkan dengan lokasi dari sinyal siaran yang dicegat, sebut tuntutan hukum tersebut.
Saat Conroy, seorang mantan pengarah target artileri Inggris, mendengar pola berbeda dari sebuah selongsong artileri yang semakin mendekati pusat tersebut setelah pagi hari, "Saya langsung merasakan sesuatu yang berbeda,” sebutnya. “itulah saat dimana saya menjadi takut.”
“Inilah pertama kalinya saya melihat mereka bersikap seperti sebuah militer professional,” sebut Conroy dalam sebuah wawancara dari London. “Saat mereka mendapatkan gedungnya, mereka focus padanya. Saya menyadari betapa beruntungnya kami juga bagi siapa saja yang (bisa) keluar dari gedung tersebut dalam keadaan hidup.”
Sumber: washingtonpost
0 Response to "Tewasnya Jurnalis Perang Marie Colvin: Dilacak, Ditarget dan Dibunuh Pasukan Assad"
Posting Komentar